1 Hari 11 Mata di Kepala

Selasa, 07 Juni 2011 gusmel riyadh

Lakon
1 Hari 11Mata di Kepala
Karya Radhar Panca Dahana



IA MEMBENAHI PAKAIANNYA. MENCOBA MENGANCINGKANNYA DENGAN BENAR. TAPI TIDAK BERHASIL. PAKAIAN BAGUS ITU JUSTRU KIAN SEMRAWUT DENGAN PENEMPATAN KANCING YANG MAKIN KACAR. IA MERENGGUT SAPUTANGAN, MENGUSAP BIBIR, KEPALA DAN LEHERNYA. KERINGAT BERKETEL, ENTAH DARI MATA AIR MANA ATAU AIR MATA MANA.

SESEORANG :
Mariam...Mariam...seharusnya itu tidak terjadi. Seharusnya itu tidak terjadi. Tidak terjadi! Tidak mungkin terjadi. Tidak, Mariam. Itu tidak mungkin!!

IA LALU TERDUDUK DI TENGAH TEMPAT TIDUR. PUNGGUNG BERSANDAR DI DINDING TEMPAT TIDUR. TATAPAN KOSONG KE TENGAH SEPREI LUSUH. DAN HATI YANG BASAH LULUH.



SESEORANG :
Aku tahu kau tak pernah lupa apa yang kukatakan sebelumnya: hidup dan dunia ini sudah tidak lagi dapat kita hidupi, sudah bukan dunia kita lagi. Mereka sudah milik orang, karena orang lain yang mengaturnya, orang lain yang menentukannya, orang lain yang memproduksinya. Tidak kita. Kita tidak bisa menentukan, atau memproduksi hidup dan kita sendiri. Bukankah begitu, Mariam? Bukankah bukan kita yang menciptakan rumah tangga? Bahkan bukankan bukan kita yang menciptakan sebuah rumah tempat kita tinggal? Lebih bahkan lagi, ketika kita menempatinya, kita tidak pernah bisa menentukan sedikitpun, apa-apa kebutuhan kita. Apa yang harus kita adakan untuk kita memenuhi tugas dan tanggungjawab kita sebagai istri dan suami, sebagai bagian dari sebuah keluarga, bagian dari sebuah kampung, bahkan sebagai seorang manusia. Bukan begitu Maria? Apakah kamu yang menentukan bahwa kita membutuhkan sebuah kursi tamu, bentuknya seperti ini, warnanya itu, harganya sebegitu, dan seterusnya? Apakah kita juga menentukan saat kita memberi microwave, te ve layar datar lengkap dengan home entertainmentnya, sebuah mobil keluaran terbaru, yang sebenarnya terlalu besar untuk kebutuhan kita yang tak beranak? Apakah aku atau kau yang menentukan, kita harus membeli tanah di pinggiran Selatan kota ini, membeli saham pabrik plastik itu di bursa, mengambil lagi kartu anggota golf club dengan tawaran tamasya keluar negeri setahun sekali, sementara sudah 12 kartu semacam kita punya? Adakah kita yang menentukan memberi bea siswa 30 anak di panti asuhan kota kecil di Utara itu? Apakah aku kau persalahkan untuk membayar politisi kampungan itu, agar perusahan kita tidak diganggu sebagai rekanan tetap departemen koperasi? Apakah aku harus menyalahkanmu ketika kamu tukar guling rantai toko onderdil kita dengan sebuah pabrik asembling sepeda motor? Bukan...bukan salah kita, karena bukan kita yang menentukan jika Andy plongo itu kini jadi menteri. Mariam...mariam...dunia sudah berjalan sendiri. Atau mungkin dijalankan oleh siapa. Aku tak tahu...aku tak peduli. Yang kupeduli cuma kenapa kamu masih merasa yakin kita memiliki kebebasan untuk memilih dan menjalankan hidup kita sendiri. Tidakkah kau yakin, tidak mengerti, atau pura-pura dongo, bahwa begitu kita terjun ke dunia ini, bahkan sejak menjadi anak-anak, kita sudah dilucuti seluruh hak kita untuk menjadi apa yang kita inginkan. Menjadi manusia. Ooo....tidak mungkin...tidak


klik di sini untuk download naskah teater selengkapnya
Download Naskah Ini