SINDHEN - Heru Kesawa Murti

Selasa, 18 Januari 2011 gusmel riyadh

Bank Naskah Yth :

Berikut ini saya kirimnkan lagi naskah drama "Sindhen" karya Heru Kesawa Murti,
yang juga sudah diproduksi dan dipentaskan oleh Teater Gandrik dan beberapa
kelompok teater di Indonesia. Kembali saya bersyukur bahwa saya bisa menyerahkan
naskah drama ini kepada Bank Naskah untuk disimpan, didokumentasikan dan
dibagikan kepada masyarakat agar dapat diakses. Terima kasih banyak untuk
kerjasamanya ini. Sangat berterima kasih.

Heru KM
SINDHEN
Ditulis oleh : HERU KESAWA MURTI


PENOKOHAN
  1. SEMI Sinden yang mempesona.
  2. PANJANG Suami Semi yang sensitive.
  3. GURU Pimpinan para dewa di khayangan.
  4. NARADA Dewa khayangan, wakil Guru.
  5. YAMADIPATI Dewa khayangan pencabut nyawa
  6. RADEN LURAH TANPASEMBADA Kepala desa Watugundul
  7. ISTERI LURAH Isteri yang suka cemburu.
  8. GENJIK Carik, wakil kepala desa.
  9. SAWI Staf kepala desa yang agak bodoh.
  10. WARTAWAN Pemburu berita yang suka disuap.
  11. ORANG GILA Warga desa yang terganggu jiwanya





Satu

KHAYANGAN PADA suatu hari.
Syahdan sang Dewa Guru tengah gelisah, perasaannya tak seperti biasa. Ada sesuatu yang sedang bergejolak di dalam hatinya, yang kini lebih menyerupai gerak jarum yang lamban. Dia tak bersantap beberapa hari ini. Seperti hendak kedatangan suatu petaka, wajahnya cemberut dan berulang kali berjalan mondar-mandir mengelilingi ruangan paseban. Tak lama, tapi kemudian rasanya seperti mendapatkan sesuatu yang melegakan, dia duduk di singgasana dan menyuruh seorang abdi buat memanggil Paman Narada menghadap.
Paman Narada datang tergopoh-gopoh.


NARADA (Terbata bata) Sembah di hadapan Adhi Guru, saya Pamanda Narada datang menghadap. Titah apa yang hendak Adhi Guru berikan kepada saya ?

GURU (berwibawa) Duduklah yang enak Paman Narada. Saya ingin berbincang-bincang kepadamu.

NARADA Ho, ho, ho. Ampun junjungan para dewa di khayangan, apakah Adhi Guru selalu melihat saya selalu mengecewakan paduka ?

GURU (Tertawa kecil) Saya tak pernah melihat Paman Narada tidak menepati janji. Tapi paman, memang ada sesuatu hal yang ingin sekali hendak saya bicarakan kepada paman.

NARADA (Menyembah) Dengan senang hati, Adhi Guru.

GURU (Berdiri memandang keluar) Paman……

NARADA Saya, Adhi Guru.

GURU Apakah paman tidak melihat bahwa khayangan ini sudah mulai lagi tak bisa memberikan sesuatu yang berarti. Para dewa penghuni khayangan sudah kembali lagi seperti mesin, mereka hanya bisa bekerja bila ada proyek. Dilain pihak, justru di khayangan inilah terletak tanggung jawab untuk memberikan suri tauladan dalam melakukan sesuatu yang berarti bagi kehidupan masyarakat di Marcapada. Dan itu bukan sekedar menunggu proyek, paman. Bukan pula sebuah program atau surat perintah kerja.

NARADA Aduh, Adhi Guru alangkah tak berartinya saya bila Adhi Guru merasa gelisah melihat tanda-tanda itu.

GURU (Duduk kembali) Paman, aku takut mereka justru akan berubah menjadi stereotip dan mekanis. Paman lihat sendiri, mereka sudah mulai mandul, tidak memiliki kreativitas kerja yang prima. Yang mereka kerjakan cuma meminta tanda tangan saya, menulis acara-acara khayangan dipapan tulis, menumpuk map-map di meja

klik di sini untuk download naskah teater
Download Naskah Ini