Monolog KUPU-KUPU TIDUR

Selasa, 06 April 2010 gusmel riyadh

Naskah drama monolog
KUPU-KUPU TIDUR
Cerpen Wawan Setiawan



Termenung
Kupu-kupu itu bersayap kuning, terbang kesana kemari di tanah samping.

Mulai bergerak
Coba lihat, ia sedang mencari sesuatu, dibalik daun bunga sepatu. O, ternyata benar, ia sedang menitipkan telurnya.

Berjalan
Nanti telur-telur itu jadi ulat. Ulat-ulat itu merayap dari daun ke daun. Memangsa daun-daun itu, nyaem nyaem nyaem, ia besar, gemuk, lalu masuk ke kepompong.

Berhenti
Nah sudah. Coba lihat, dari satu ujung lubang kepompong, lepaslah seekor kupu-kupu, warnanya kuning, seperti induknya.

Terdiam tanpa gerak
Sebuah prose salami, alam telah menyediakan segala sesuatunya, agar semuanya dapat berproses, tentu secara alami pula.

Berpaling
Kupu-kupu kuning tadi telah pergi, ke halaman rumah tetangga.

Bergerak
Disamping rumah ada sirsak, pisang, mangga, dan papaya. Ada juga bluntas dan gambas. Dibawah pohon dan perdu itu, sedikit menghampar rumput hijau, halus, enak dikaki.

Berjalan
Dihalaman depan, sama, ada rumput hijau. Di atasnya, ada papaya, alamanda, cemara pipih, dan melati. Tanaman itu mengisi hari-hariku, ya di tengah-tengah alam semesta yang besar dan tenang ini, aku ditimpa keraguan, kebimbangan.

Berdiri tegap memalingkan badan
Hesti, aku sudah mempertaruhkan hidupku, tapi jalan hidup ternyata lain. Aku tak sanggup lagi mampir di rumah kita, yang konon bertabur bintang berjuta.
Bergerak
Berbulan bundar, persis harapanku. Tapi bulan dan bintang dirumah kita adalah milikmu. Aku ditakdirkan tidak memilikinya.

Berjalan, terduduk
Itu ucapan Sapto. Lelaki itu kemudian tak kembali lagi. Sapto telah pergi, lenyap ditelan kebiruan gunung. Sapto mengembara dari gunung ke gunung yang konon wilayah warisan nenek moyangnya.


Naskah drama monolog
KUPU-KUPU TIDUR
Cerpen Wawan Setiawan
Download Naskah Ini