Boneka Sang Pertapa (Monolog)

Jumat, 26 November 2010 gusmel riyadh

metaNIETZSCHE
Boneka Sang Pertapa
Oleh Whani Darmawan

“Dari semua yang telah ditulis, aku hanya mencintai apa yang ditulis seseorang dengan darahnya. Menulislah dengan darah dan kau akan dapati bahwa darah itu roh.”
(Neitzsche, Sabda Zarathustra)



(Sebuah interior rumah yang pengap, kotor, dengan sedikit cahaya masuk di dalamnya. Di dalam kegelapan itu tinggal seorang lelaki dengan raut muka keruh dan penampilan kucel. Di dalam ruangan itu terdapat ratusan buku berserakan, mesin ketik, sekelempit tikar kumuh, kursi roda tua, lengkap dengan “kecohan” yang terikat di tangan kursi, kapstock yang digantungi sebuah jubah putih. Tokoh kita yang bernama Bagal ini sedikit-sedikit mendehem, seolah selalu mengalir dahak di tenggorokannya dan tidak pernah berhasil dikeluarkan. Dalam kepengapan itulah tokoh sandiwara tunggal ini bergumam dengan kata-kata tidak jelas, tetapi lama kelamaan menjadi ledakan....)

“Bagaaal! Kamu sungguh dunguu! Apa yang kau takutkan dari pertikaian silang-saling itu!? Bukankah setiap orang punya sesuatu yang hak yang patut mereka bela. Kamu? Apa yang sudah kamu lakukan dengan itu semua? Berpangku tangan merenungi semua ini sebagai tragedi bangsa? Apa gunanya kami tunggu jika hanya segitu nyalimu!”

Tidak! Masa itu sudah tamat. IA tidak akan bangga dengan tingkah membabi-buta. Kalian sangka mereka membela apa jika bukan kebodohan yang mereka usung di kepala mereka!?

“Gobloog! Seseorang membutuhkan alasan untuk berperang!”

Apakah kalian tidak memiliki alasan untuk tidak berperang? IA yang kalian agungkan itu hanyalah fiksi kedunguan kalian! Haaaii, budaaakk! Beribu-ribu orang kehilangan nyawa dalam perseturuan dan rasa bela dungu, yang tidak pernah jelas sumbernya, dan berlari dari tanah kelahiran mereka dengan kepala kosong dan kehilangan keyakinan untuk hidup, apa yang kalian lakukan, haiii budaaaakk!? Terus memenggal kepala setiap orang, sambil mengibarkan panji-panji, bendera, sambil menyerukan namanya! Nama siapaaaaaa!? Nama siapaaaa!

(Tokoh sandiwara tunggal kita ini menjadi gelisah, terengah-engah. Ia seperti seseorang yang tengah mengalami tekanan. Dalam kepanikan itulah penyakit psikosomatis dan schizofrenik menguasainya, tubuhnya seperti stroke, dan semakin ia biacra, semakin tidak bisa berhenti. Beberapa saat kemudian terdengar dentang lonceng – seperti lonceng gereja – lelaki ini kian gelisah. Membuka jendela dan melihat suatu arah, menutupnya kembali)


klik di sini untuk download naskah teater
Download Naskah Ini