Rare Angon

Sabtu, 24 April 2010 gusmel riyadh

Naskah teater yang berjudul Rare Angon ini merupakan salah satu pemenang Sayembara Penulisan Naskah Federasi Teater Indonesia Tahun 2009. Naskah ini ditulis oleh Ibed Surgana Yuga, melibatkan kurang lebih 14 tokoh yang dapat ditambah maupun dikurangi.

Tokoh-tokoh:
1. Aku
2. Rare Angon
3. Lubangkuri
4. Dewa Siwa
5. Dewi Durga
6. Seseorang
7. Seorang Nenek
8. Seorang Anak
9. Seorang Ibu
10. Anak-anak Kecil
11. Raja
12. Pasukan Kerajaan
13. Orang-orang
14. Binatang-binatang
15. dan lain-lain



1
Jejak-jejak yang Berserak


Malam.
Aku melintas.

Aku:
Malam, Rare. Malam sudah begitu larut. Malam, Rare. Malam sudah begitu larut. Rare. Malam. Larut. Sudah. Rare. Malam larut. Begitu malam. Rare (terus mempermainkan kata-kata itu). Malam, Rare. Malam sudah begitu larut.

Dewa Siwa melintas sambil menyeret Dewi Durga.

Dewi Durga:
Kau juga tahu, Dewa Siwa cintaku, telah kupindahkan vaginaku ke telapak kakiku (terus mengucapkannya berulang-ulang).

Seorang anak kecil celingukan. Muncul beberapa anak kecil lagi, celingukan. Lalu mereka bertemu, berkumpul, salah seorang dari mereka mengucap sepenggal dongeng itu di depan yang lainnya.

Seorang Anak:
Malam itu Rare Angon bermimpi didatangi seorang kakek berpakaian serba putih. Kakek itu bilang kalau Lubangkuri benar-benar ada. Lubangkuri adalah seorang gadis yang tinggal di sebuah puncak gunung di timur laut.
Maka, dengan restu orangtuanya, berangkatlah Rare Angon ke tempat itu, dalam waktu yang lama. Ia habiskan sisa masa kecil dan seluruh masa remajanya untuk mencari Lubangkuri. Akhirnya, Lubangkuri ditemukan juga oleh Rare Angon.

Bersamaan dengan pengucapan dongeng itu, seorang ibu menyerahkan sebentuk upacara untuk kelahiran anak-anaknya dengan taburan uang receh.
Setelahnya, seorang nenek mencari cucu-cucunya di setiap sudut yang ia temui.

Seorang Nenek:
Ke mana cucu-cucuku pergi? Di mana mereka dilahirkan? Jalan-jalan itu terlalu berbahaya untuk mereka lalui.

Anak-anak kecil yang polos itu menengadah, meminta sesuatu.
Di kejauhan Aku mencoba menjelaskan kelahiran demi kelahiran.

Aku:
Ia lahir bersama sapi-sapi. Bersama televisi. Bersama keluasan tanah gembala. Bersama dongeng-dongeng. Bersama gemuruh kota-kota.
Ia adalah Rare Angon. Adalah aku. Adalah kau. Adalah tidak siapa pun juga.

Seorang nenek menemukan cucu-cucunya pada ceceran uang receh dan sisa upacara.

Seorang Nenek:
Ssstt ...! Diamlah! Cucu-cucuku mau tidur. Mereka lelah. Begitu lelah. Setelah seharian mereka menggembalakan sapi-sapi. Ssstt ...! Kumohon, jangan ganggu cucu-cucuku. Mereka sedang belajar untuk tidur lelap dan mimpi indah.
Kalian juga harus tidur, seperti cucu-cucuku. Lihat, senja sudah tak menemani kalian lagi. Ia tengah menyelinap ke sana, ke rumah orang-orang yang tak kalian kenal.
Tidurlah! Tapi jangan lupa, sebelum tidur kalian harus cuci kaki dan tangan, lalu berdoa. Mohonlah pada Tuhan kalian, agar Ia mengirim sebuah dongeng ke mimpi kalian.
Semua cucu harus tidur di malam hari. Semua cucu harus didongengi menjelang tidur. Semua cucu harus menjadi seperti Rare Angon.

Anak-anak kecil itu memunguti uang receh yang bertebaran di jalanan. Betapa riangnya mereka. Seorang nenek menjaga mereka, seakan ia tengah diserang perasaan bahwa anak-anak itu begitu rentan diterjang petaka.
.........................
untuk mendapatkan naskah teater dengan judul Rare Angon karya Ibed Surgana Yuga ini selakan mengunduh melalu link dibawah ini.

Download Naskah Ini