Naskah MONOLOG
PARA-PARA
PELAYAT
Karya
BINA MARGANTARA
bina_margantara@yahoo.com
TEMARAM MERAH YANG MENCEKAM DI ATAS
PANGGUNG. BATU NISAN BERSERAKAN DI MANA-MANA, SAMPAI KE ATAS MEJA. SEORANG TUA
SEDANG SIBUK MENATA RUANGAN AGAR KELIHATAN SEDIKIT RAPI. KEMUDIAN MENGAMBIL
SAPU LIDI, MENYAPU LAYAKNYA TUGAS PEMAKAMAN.
BACKROUND SILUET YANG
MEMPERTONTONKAN ORANG-ORANG MENGERANG (TERLEPAS DARI LAKI-LAKI ATAU PEREMPUAN)
SALING CEKIK, SALING PUKUL, SALING TENDANG, SAMPAI SALING BUNUH.
ORANG TUA
ITU TIDAK BERGEMING
DIA MEMBETULKAN LETAK PHOTO-PHOTO (
PHOTO ORANG-ORANG YANG TAK DIKENALNYA). DIA MELIRIK KE KANAN PANGGUNG, MELIHAT
KERANDA YANG KOSONG, LALU TERSENYUM DAN AKHIRNYA TERTAWA KERAS.
DIA MENGAMBIL KORAN, DUDUK DI MEJA
SAMBIL MEMBACA.
Berita
hari ini : headline-nya “KORBAN MUTILASI ITU BERNAMA BUNGA”
Hmmm,
Bunga kenanga harum sepanjang malam, atau Bunga bangsa. Teramat ngeri!
Apa
yang harus kuperbuat?
Wah,sepertinya
aku harus bergegas ke warung Mpok Sumirah, menanyakan apa artinya nama Bunga
itu? Mungkin akan ada banyak jawaban dari pelanggan kopinya, dengan mengalihkan
sedikit cerita (DIA TERTAWA) agar
deretan hutangku agak dilupakan oleh Mpok Sumirah, walau mendamaikan ceracaunya
sekedar hari ini, jadilah.
Astaga,
aku lupa. Hari ini aku harus membayar juga hutang kepada Pak Pandu, tapi aku
mampir dulu ke warung kopi, setelah itu baru aku ke rumah Pak Pandu, minimal
memberi tahu kalau aku belum punya uang hari ini, sekaligus memohon
memperpanjang tempo hutang. Seperti biasa Pak Pandu.
SESAMPAI DI WARUNG KOPI, NAFASNYA
MASIH TERENGAH-ENGAH, LANGSUNG MENARIK PERHATIAN PENGUNJUNG LAINNYA.
Lha…
kok bukan pelanggan yang lama Mpok Sumirah? Aku tak mengenal wajah-wajah dari
mereka, tak satu pun. Apa hal rupanya?
Sekilas
aku melihat wajah Mpok Sumirah dengan bibirnya yang sungging. Lalu berkata:
Begitulah
adanya Mukar, mereka datang dan pergi! Yang datang saya sambut,toh untung buat
saya, yang pergi saya persilakan. Begitu juga hidup, aku kira Kar.
klik di sini untuk download naskah teater selengkapnya